Follower

Selasa, 05 Juni 2012

Resensi Novel: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, Buah Pena Tere Liye


Bismillahirrahmanirrahim,,,,,

Selasa, 5 Juni 2012, Pukul 2 siang



Cover Depan dan Belakang

Judul Novel     : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah        
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Jakarta, Januari 2012
Jumlah hlm      : 512 hlm
Beli di             : Gramedia Citraland, Minggu 1 April 2012
Harga              : IDR 72.000 (diskon 25% jadi IDR 54.000)


Prolog:


“Kalian tahu, cinta sejati laksana sungai besar. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti, semakin lama semakin besar sungainya, karena semakin lama semakin banyak anak sungai perasaan yang bertemu. Cinta sejati itu seperti siklus. Tidak pernah memiliki ujung, tujuan, apalagi sekedar muara. Seperti siklus air tak pernah berhenti, begitu pula cinta sejati”
 
Saya ketularan suka dengan karya Bang Tere, gara-gara temen. Dan kali ini, Bang tere mengeluarkan novel bergenre cinta. Sebelumnya saya mau curcol pengalaman beli ini novel (hehehe). Pertama tau novel ini waktu liat-liat web toko buku Delisa. Setelah di ingat-ingat kayaknya waktu IBF bulan Maret, pas di stand Republika ada yang nanya novel Tere Liye terbaru apa? Sekilas saya dengar penjaga standnya bilang judulnya” merah” gitu, tapi adanya di Gramedia. Duh kenapa ga beli waktu di sana aja yahh. Tapi akhirnya ke beli juga ini novel setelah berkunjung di 2 Gramedia, yang akhirnya nemu di Gramedia Citraland. Ternyata judul novelnya adalah “Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah”. Pas waktu beli, sedikit kaget karena novelnya tebal dan harganya paling mahal di antara novel Bang Tere lainnya. Cukup menguras kantong, tapi Alhamdulillah waktu itu Gramedia lagi diskon tuk produk Gramedia. Untung novel ini penerbitnya Gramedia, jadi beli deh.


Maaf yaah curcolnya ampe satu paragraph, hehe. Nah sekarang waktunya saya bercerita. Novel ini bercerita tentang seorang pemuda bernama Borno, yang tinggal di rumah panggung tepian Sungai Kapuas, Kota Pontianak. Dia adalah pemuda yang berhati lurus, sangat menghormati orang tua, ringan tangan, pokoknya tidak neko-neko hidupnya.


Pada bagian prolog diceritakan kalau Borno pada usia 12 tahun di tinggal bapaknya meninggal dunia gara-gara jatuh dari perahu dan tersengat racun Aurelia aurita (ubur-ubur). Tapi sebelum bapaknya meninggal dunia, Beliau mendonorkan jantungnya tuk pasien gagal jantung. Bagian prolog ini menyimpan rahasia-rahasia yang terjawab pas kita baca ampe bab terakhir. Pengen tau apa rahasianya? Terus baca resensi ini yahhh…


Novel ini memang ga bisa di tebak endingnya, banyak kejutan-kejutan yang cukup membuat saya ga nyangka. Pada bab pertama diceritakan perjuangan Borno mendapatkan pekerjaan yang cocok untuknya. Pekerjaan pertamanya adalah buruh di pabrik karet (bertahan 6 bulan), yang berisiko di olok-olok tetangga karena bau karet tetap melekat ketika Borno pulang kerja (ehm, jadi penasaran bau nya kayak gimana). Kemudian pekerjaan keduanya jadi penjaga karcis di kapal feri. Lagi-lagi berisiko lebih parah, karena Bang Togar yang galak tapi baik hati (saudara Borno) memboikot Borno tidak boleh naik sepit manapun. Ternyata Bang togar tidak suka Borno kerja di sana, karena kapal feri itu lah yang membuat 3 turunan pengemudi sepit harus bersaing mencari pemumpang dengan kapal feri yang ukurannya lebih besar dan lebih cepat membelah sungai Kapuas.


Akhirnya Borno keluar dengan sendirinya dari pekerjaan kedua ini. Tapi bukan gara-gara  pemboikotan tersebut, melainkan karena hatinya yang lurus. Yap kenapa lurus, karena Borno mengetahui bahwa temannya sesama penjaga karcis bersifat curang menggelapkan penumpang naek ke feri tanpa membayar. Duh lurus benar kan pemuda ini!!!

“Kau tahu Borno. Tempat bekerja kau sebelumnya, meski bau, membuat orang lain menutup mulut saat kau lewat, hasilnya wangi. Halal dan baik. Di makan berkah, tumbuh jadi daging kebaikan. Banyak orang yang kantornya wangi, sepatu mengilat, baju licin di setrika, tapi boleh jadi busuk dalamnya. Dimakan hanya menyumpal perut, tumbuh jadi daging keburukan dan kebusukan”


Setelah itu Borno bekerja serabutan, sampai pada saat Ibu Borno, Bang Togar, Cik Tulani, dan Koh Acong meeting, memutuskan agar Borno bekerja saja sebagai pengemudi sepit. Sepit adalah perahu kayu, panjang 5 meter, lebar satu meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel. Faktanya memang sepit ini benar-benar ada di sungai Kapuas loch. Digunakan untuk alat transportasi sehari-hari masyarakat. Ehm, Bang Tere sekali lagi dapat mengangkat keunikan daerah di bumi pertiwi ini nih. Good Job, Bang.

“Aku akan memulai kehidupan sebagai: pengemudi sepit. Sungguh, meski melanggar wasiat bapak, aku berjanji akan jadi orang baik, setidaknya aku tidak akan mencuri, tidak akan berbohong, dan senantiasa bekerja keras-meski akhirnya hanya jadi pengemudi sepit”.


Ternyata oh ternyata, pekerjaan Borno yang unik ini, membawa ia menemukan cinta pertama dan sejatinya. Cinta sejati yang sangat sederhana tapi tulus.


“Inilah pekerjaan baruku, yang ternyata berkelindan dengan banyak hal, termasuk salah satunya dengan cinta sejati-salah satu pertanyaan terumit selain berapa lama waktu yang diperlukan kotoran berhiliran dari hulu Kapuas hingga muaranya di Laut Cina Selatan”.


Pertemuan Borno dengan cinta sejatinya itu dimulai ketika ia pertama kali membawa penumpang setelah berlatih mengemudikan sepit. Pas penumpang sudah pada naik, ada salah satu gadis mengembangkan payung tradisional berwarna merah. Rambutnya tergerai panjang, mengenakan baju kurung berwarna kuning, berwajah sendu seperti keturunan Melayu Pontianak. Yap, sepertinya Borno jatuh cinta pertama kali dengan gadis itu pas moment ini.


Gadis itu menjatuhkan amplop berwarna merah (yang ternyata angpau) di sepit Borno. Ternyata saya ga nyangka banget kalau gadis itu sengaja menjatuhkan angpau agar Borno memungutnya, dan melihat isinya yang ternyata bukan uang melainkan surat. Mau tau isi suratnya? Ehm, liat jawabannya di hlm 499.
Borno segera tau kalau angpau itu milik gadis berwajah sendu itu. Ia pun sangat antusias mencari keberadaan gadis itu. Istilah anak zaman sekarang Borno lagi galau, hehe. Akhirnya ketemu juga, tapi  angpau nya ga di balikin, karena gadis itu memang sengaja agar Borno membuka dan melihat isinya. Tapi ternyata sampai mereka berkenalan, jalan bersama, dan saling jatuh cinta, itu angpau baru Borno buka ketika Mei memutuskan pergi dan terbaring sakit. Padahal itu angpau menghubungkan kejadian pas Borno usia 12 tahun.


Oh iya gadis itu ternyata bernama Mei. Hubungan mereka unik. Mereka sama-sama jatuh cinta, tapi ga pernah mengungkapkan kata cinta (pas akhir bab baru Borno menyatakan cintanya). 

“Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi”.


Hubungan mereka tiba-tiba putus di tengah sungai, eh jalan deh. Karena Mei, memutuskan menjauhi Borno. Dia khawatir borno akan membencinya kalau tahu siapa Mei sebenarnya. Semua kekhawatiran Mei, akan Borno ketahui setelah ia membaca isi surat di angpau tersebut. Dan tahukah kau apa reaksi Borno setelah membaca surat itu? ini dia:


“Aku akan berjanji akan selalu mencintai kau, Mei. Bahkan walau aku telah membaca surat dalam angpau merah itu ribuan kali, tahu masa lalu yang menyakitkan, itu tidak akan mengubah apa pun. Bahkan walau satpam galak rumah ini mengusirku, menghinaku, itu juga tidak akan mengubah perasaanku”


Pengen tau bagaimana akhir kisah cinta mereka yang unik ini? Ayo dibaca novelnya. Available di toko buku terdekat dengan cover warna orange, berlatar belakang gadis berwajah sendu memegang payung di tepian sungai Kapuas bersama sepit-sepit yang terparkir di air sungai.


Membaca novel ini, walaupun tebal dijamin tidak akan bosan. Karena ceritanya ga melulu persoalan cinta antara Borno dengan Mei. Diselingi dengan cerita rasa kekeluargaan dan gotong royong sesama pengemudi sepit, kisah perjuangan cinta Bang Togar merebut hati anak suku dayak, petuah-petuah bernas dari Pak Tua, perjuangan Borno membangun sebuah bengkel otomotif bersama ayahnya Andi dan Andi (teman sejati borno). Cerita-cerita tersebut dapat membuat kita sedih, tertawa, dan juga mengubah mindset saya kalau cinta sejati itu bukan hanya obral kata-kata romantis, tapi lebih bagaimana kita merealisasikannya dalam perbuatan dan pengorbanan.


Ada kejutan di Bab 22 “Dokter Sarah dan Kenangan Lama”, yaitu munculnya tokoh baru bernama Sarah beserta keluarganya. Saya mengira ending cerita ini, Borno akhirnya akan memilih Sarah sebagai kekasihnya, eh ternyata enggak. Ingin tahu apa hubungan Sarah dengan masa lalu Borno? Lagi-lagi harus di baca sendiri yahh…


Oke itulah sedikit kisah novel Bang Tere yang sederhana tapi luar biasa ini. Saya memberi nilai 5 bintang untuk novel ini. Ternyata Bang Tere Liye juga handal dalam membuat novel bergenre cinta. Sok atuh bergegas ke toko buku, beli yang asli (pst,,pst,,Bang Tere ga suka loch kalo kita baca novel dia yang bajakan, lebih baik minjam ama teman tapi yang asli, hehehe). Selamat membaca dan menemukan makna cinta sejati dalam diri Borno dan Mei. Ehm, Abang Borno, sang bujang berhati paling lurus sepanjang Sungai Kapuas,,,sudah pasti banyak gadis yang akan mengantri tuk dilamarnya,,,termasuk saya,,,hehehe.

Keep Reading and Sharing!!!!!!!!

#PS: Resensi ini akan dilombakan, doainn ya semoga menang, tankss!



2 komentar:

  1. Misi Min, kalo ada yang minat novel bekas kau, aku, dan sepucuk angpau merah ini silahkan ke www.aksiku.com - toko buku bekas online

    ini linknya: http://www.aksiku.com/2014/03/jual-novel-kau-aku-dan-sepucuk-angpau.html

    BalasHapus
  2. Jual MURAH novel "Kau, Aku, dan Sepucuk Angpao Merah" karangan Tere Liye !
    (Asli, Baru,.. dan masih di dalam plastik)

    Harga Normal: Rp97.000,-
    Harga Diskon: Rp70.000,-

    Cek page kami di tokopedia: https://www.tokopedia.com/sevenskiesbooks untuk daftar buku selengkapnya.

    Salam,
    Bofan (call/ sms/ whatsapp/ line: 0856-9169-0022)

    BalasHapus